Pembagian suatu negara dapat dilihat dari luas wilayah dan bentuk negara. Luas wilayah negara dibagi atas tujuh macam, sebagai berikut.
1. Grand Size. Grand size adalah negara yang memiliki luas wilayah 7-9 juta km2. Negara-negara dengan luas seperti ini adalah Rusia, Kanada, Amerika Serikat, Brazil, dan Australia.
2. Very Large Size. Negara ini seluas 2 juta km2. Hal tersebut dapat dilihat pada negara India, Argentina, Indonesia, Aljazair, dan Arab Saudi.
3. Large Size. Negara dengan hanya seluas 1 juta km2 seperti Mesir, Ethiopia, dan Prancis.
4. Medium Size. Lebih kecil dari 1 juta km2 seperti negara Inggris, Rumania, Kamboja, Laos dan Vietnam.
5. Small Size. Contohnya negara Belanda, Belgia, Denmark, Taiwan, dan Swiss.
6. Very Small Size. Contohnya adalah Lebanon, Luxemburg dan Qatar.
7. Miniatur Size. Negara dengan luas yang sangat kecil seperti Bahrain, San Marino, Monaco, Andorra, dan Vatikan.
Sri hayati (2007) membagi bentuk negara secara geografis sebagai berikut.
1. Compact, yaitu negara dengan bentuk yang solid dan tidak terpisah oleh wilayah lautan.
2. Circular, adalah negara dengan bentuk yang hampir bulat.
3. Long Narrow, yaitu negara dengan bentuk yang panjang dan pipih.
4. Divided, yaitu negara yang terpisah oleh lautan atau dipotong oleh negara lain.
Sementara Dikshit (1982) membagi bentuk negara sebagai berikut.
1. Memanjang (Elongated), yaitu negara yang panjangnya enam kali dibanding dengan lebar rata-rata negara. Contohnya: Norwegia, Cili, Italia, Panama, Malawi, Gambia, Swedia, dan Togo.
2. Kompak (Compact), yaitu negara yang jarak dari pusat ke wilayah pinggir memiliki jarak yang hampir sama. Contohnya Prancis, Uruguay, Belgia, Polandia, Sudan, Afghanistan.
3. Berekor (Proput), yaitu negara yang selain memiliki bentuk yang kompak juga memiliki tambahan wilayah yang berbentuk koridor. Contohnya: Zaire, Namibia, Myanmar dan Thailand.
4. Terpisah (Fragmented), yaitu negara dengan wilayah negara yang terpecah-pecah. Contohnya: Indonesia, Jepang, Filipina, dan Amerika Serikat.
5. Terjepit (Perforated), yaitu negara dengan seluruh wilayah negara terdapat dalam wilayah negara lain. Contohnya: Vatikan dan Paraguay.
tak'z.......
WElcoeM !
semua berdiri di bawah naungan hati nurani pasti sebuah kedamaian senantiasa mengiringi kehidupannya...!
Tampilkan postingan dengan label nationality. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label nationality. Tampilkan semua postingan
4.26.2011
Proses Pembentukan Sebuah Negara (Geografi Politik)
Suatu negara akan sealu berkembang seiring dengan perkembangan masyarakatnya. Negara tidak bersifat statis, akan tetapi terus berevolusi. Kenneth Waltz (1979), mengungkapkan bahwa Negara merupakan penggabungan dari berbagai individu yang berinteraksi satu sama lain untuk memaksimalkan kepentingan mereka sendiri. Asal terbentuknya sebuah negara adalah individu yang memiliki persamaan ide dan kepentingan dengan individu lainnya. Sebuah negara terbentuk setelah manusia meninggalkan cara hidup nomaden dan kemudian mulai menetap di suatu wilayah. Pada awalnya, berdirinya suatu negara sangat berkaitan erat dengan Dinasti. Untuk ukuran negara modern, negara dapat didefinisikan sebagai suatu kesatuan masyarakat, wilayah, pemerintahan yang berkuasa, serta mengurusi tata tertib serta kelemahan masyarakat. Unsur utamanya adalah masyarakat, wilayah dan pemerintahan. Di negara modern, masyarakatlah yang dijadikan sebagai penentu masa depan suatu negara.
World Map
Whebelt (1970) membagi morfolofi wilayah negara menjadi tiga bagian, yaitu: Model dunia lama, model dunia baru, dan model dunia ketiga. Model dunia lama, merupakan negara yang dibentuk berdasarkan kesamaan etnis yang melakukan perluasan wilayah. Persamaan etnis yang kemudian mendasari kelompok individu ini untuk membuat sebuah wilayah sendiri yang pada akhirnya menimbulkan perbatasan secara etnis dan politik. Model dunia baru, merupakan negara yang terbentuk tapi sama sekalit idak ada hubungannya dengan kelompok etnis. Negara ini berkembang karena memaksimalkan fungsi ekonomis dan geografisnya. Batas-batas negara ditentukan secara geografis dan didirikan di tempat-tempat yang strategis. Contoh negara yang tergolong model dunia baru adalah Amerika, Australida dan Kanada. Sedangkan, model dunia ketiga, terbetuk dengan latar belakang budaya dan sejarah masing-masing negara. Pada masa penjajahan, pusat ekonomi berada pada negara-negara hasil penjajahan ini yang baru saja merdeka. Batas-batas geografis negara dan pengelompokan etnis dipengaruhi oleh pengalaman masa penjajahan. Negara model dunia ketiga ini tergolong unik, karena bediri atas hasil pemberian penjajah. Bukan, karena hasil kekuaran masyarakat membentuk negara. Contohnya, tidak lain adalah Indonesia. Dalam proses pembentukan sebuah negara, terdapat integrasi dan disintegrasi negara. Integrasi negara adalah suatu proses dimana suatu negara menyatukan dirinya dengan negara lain berdasarkan faktor-faktor tertentu. Proses ini sedikit banyak dipengaruhi oleh faktor politik. Contohnya, proses reunifikasi Jerman di tahun 1990 (Jerman Timur dan Jerman Barat) yang awalnya terpecah akibat kekalahan dalam Perang Dunia ke-2. Disintegrasi negara adalah suatu proses memisahkan diri karena adanya perbedaan politik dengan negara asal (negara sebelumnya). Perbedaan politik ini dilatar-belakangi oleh banyak faktor. Salah satunya adalah perbedaan etnis, ketimpangan ekonomi, faktor kesejarahan, dan lain sebagainya. Contoh negara yang mengalami disintegrasi adalah Timor Leste dan Yugoslavia. Sesuai dengan pemikiran Ritter, Ratzel (1987) yang membuat konsep negara organis (The Organic View of The State Concept) menyatakan bahwa sebuah negara yang mmiliki wilayah dengan penduduk yang terus berkembang yang pada akhirnya mengalami tekanan dan luas wilayah yang tidak bertambah. Untuk membuat sebuah negara tidak mati dan tetap eksis, negara tentu membutuhkan wilayah (living space) untuk masyarakatnya tetap hidup dan berkembang. Segala cara akan dilakukan untuk menghidupi masyarkatnya, tidak terkecuali mengambil wilayah orang lain dengan cara perang. Frederich Ratzel (1987) yang mengembangkan konsep lebenstraum (living space) menyatakan bahwa negara tidak ubahnya seperti makhluk hidup yang membutuhkan ruang hidup untuk dapat mempertahankan dan memperjuangkan kelangsungan hidupnya. Meskipun dalam Piagam PBB telah diperingatkan bahwa suau negara tidak diperbolehkan untuk mengambil wilayah negara lain. Setiap negara harus menghormti wilayah lain, akan tetapi, begitulah negara, dalam perspektif realis. Sebuah negara akan melakukan apa saja untuk mempertahankan keberlangsungan hidupnya sehingga cenderung memperbaiki dan memperkuat militer, ekonomi, politik untuk membuatnya tetap aman dari ancaman negara-negara di sekitarnya yang kapan saja dapat mengambil wilayahnya.
Pada intinya, sebuah negara tidak bisa diterima apa adanya. Dia bisa mati, bertahan, atau justru menghilang dari peta dunia. Dalam perspektif hubungan internasional, yang hanya selalu terpikirkan adalah negara-negara yang kuat. Jika negara itu lemah, dia akan lenyap, begitu saja.
World Map
Whebelt (1970) membagi morfolofi wilayah negara menjadi tiga bagian, yaitu: Model dunia lama, model dunia baru, dan model dunia ketiga. Model dunia lama, merupakan negara yang dibentuk berdasarkan kesamaan etnis yang melakukan perluasan wilayah. Persamaan etnis yang kemudian mendasari kelompok individu ini untuk membuat sebuah wilayah sendiri yang pada akhirnya menimbulkan perbatasan secara etnis dan politik. Model dunia baru, merupakan negara yang terbentuk tapi sama sekalit idak ada hubungannya dengan kelompok etnis. Negara ini berkembang karena memaksimalkan fungsi ekonomis dan geografisnya. Batas-batas negara ditentukan secara geografis dan didirikan di tempat-tempat yang strategis. Contoh negara yang tergolong model dunia baru adalah Amerika, Australida dan Kanada. Sedangkan, model dunia ketiga, terbetuk dengan latar belakang budaya dan sejarah masing-masing negara. Pada masa penjajahan, pusat ekonomi berada pada negara-negara hasil penjajahan ini yang baru saja merdeka. Batas-batas geografis negara dan pengelompokan etnis dipengaruhi oleh pengalaman masa penjajahan. Negara model dunia ketiga ini tergolong unik, karena bediri atas hasil pemberian penjajah. Bukan, karena hasil kekuaran masyarakat membentuk negara. Contohnya, tidak lain adalah Indonesia. Dalam proses pembentukan sebuah negara, terdapat integrasi dan disintegrasi negara. Integrasi negara adalah suatu proses dimana suatu negara menyatukan dirinya dengan negara lain berdasarkan faktor-faktor tertentu. Proses ini sedikit banyak dipengaruhi oleh faktor politik. Contohnya, proses reunifikasi Jerman di tahun 1990 (Jerman Timur dan Jerman Barat) yang awalnya terpecah akibat kekalahan dalam Perang Dunia ke-2. Disintegrasi negara adalah suatu proses memisahkan diri karena adanya perbedaan politik dengan negara asal (negara sebelumnya). Perbedaan politik ini dilatar-belakangi oleh banyak faktor. Salah satunya adalah perbedaan etnis, ketimpangan ekonomi, faktor kesejarahan, dan lain sebagainya. Contoh negara yang mengalami disintegrasi adalah Timor Leste dan Yugoslavia. Sesuai dengan pemikiran Ritter, Ratzel (1987) yang membuat konsep negara organis (The Organic View of The State Concept) menyatakan bahwa sebuah negara yang mmiliki wilayah dengan penduduk yang terus berkembang yang pada akhirnya mengalami tekanan dan luas wilayah yang tidak bertambah. Untuk membuat sebuah negara tidak mati dan tetap eksis, negara tentu membutuhkan wilayah (living space) untuk masyarakatnya tetap hidup dan berkembang. Segala cara akan dilakukan untuk menghidupi masyarkatnya, tidak terkecuali mengambil wilayah orang lain dengan cara perang. Frederich Ratzel (1987) yang mengembangkan konsep lebenstraum (living space) menyatakan bahwa negara tidak ubahnya seperti makhluk hidup yang membutuhkan ruang hidup untuk dapat mempertahankan dan memperjuangkan kelangsungan hidupnya. Meskipun dalam Piagam PBB telah diperingatkan bahwa suau negara tidak diperbolehkan untuk mengambil wilayah negara lain. Setiap negara harus menghormti wilayah lain, akan tetapi, begitulah negara, dalam perspektif realis. Sebuah negara akan melakukan apa saja untuk mempertahankan keberlangsungan hidupnya sehingga cenderung memperbaiki dan memperkuat militer, ekonomi, politik untuk membuatnya tetap aman dari ancaman negara-negara di sekitarnya yang kapan saja dapat mengambil wilayahnya.
Pada intinya, sebuah negara tidak bisa diterima apa adanya. Dia bisa mati, bertahan, atau justru menghilang dari peta dunia. Dalam perspektif hubungan internasional, yang hanya selalu terpikirkan adalah negara-negara yang kuat. Jika negara itu lemah, dia akan lenyap, begitu saja.
11.05.2010
lagu anak yang tepeleset.....
Anda mungkin sering mendengar dan menyanyikan lagu anak-anak, baik Anda saat masih kecil atau bernyanyi untuk anak Anda. Ternyata lagu anak-anak yang populer banyak mengandung kesalahan, mengajarkan kerancuan, dan menurunkan motivasi. Berikut buktinya:
1. “Balonku ada 5… rupa-rupa warnanya… merah, kuning, kelabu.. merah muda dan biru… meletus balon hijau, dorrrr!!!” Perhatikan warna-warna kelima balon tsb., kenapa tiba2 muncul warna hijau ? Jadi jumlah balon sebenarnya ada 6, bukan 5!2. “Aku seorang kapiten… mempunyai pedang panjang… kalo berjalan prok..prok.. prok… aku seorang kapiten!” Perhatikan di bait pertama dia cerita tentang pedangnya, tapi di bait kedua dia cerita tentang sepatunya (inkonsistensi) . Harusnya dia tetap konsisten, misal jika ingin cerita tentang sepatunya seharusnya dia bernyanyi : “mempunyai sepatu baja (bukan pedang panjang)… kalo berjalan prok..prok.. prok..” nah, itu baru klop! jika ingin cerita tentang pedangnya, harusnya dia bernyanyi : “mempunyai pedang panjang… kalo berjalan ndul..gondal. .gandul.. atau srek.. srek.. srek..” itu baru sesuai dg kondisi pedang panjangnya!
3. “Bangun tidur ku terus mandi.. tidak lupa menggosok gigi.. habis mandi ku tolong ibu.. membersihkan tempat tidurku..” Perhatikan setelah habis mandi langsung membersihkan tempat tidur. Lagu ini membuat anak-anak tidak bisa terprogram secara baik dalam menyelesaikan tugasnya dan selalu terburu-buru. Sehabis mandi seharusnya si anak pakai baju dulu dan tidak langsung membersihkan tempat tidur dalam kondisi basah dan telanjang!
4. “Naik-naik ke puncak gunung.. tinggi.. tinggi sekali.. kiri kanan kulihat saja.. banyak pohon cemara.. 2X” Lagu ini dapat membuat anak kecil kehilangan konsentrasi, semangat dan motivasi! Pada awal lagu terkesan semangat akan mendaki gunung yang tinggi tetapi kemudian ternyata setelah melihat jalanan yg tajam mendaki lalu jadi bingung dan gak tau mau ngapain, bisanya cuma noleh ke kiri ke kanan aja, gak maju2!
5. “Naik kereta api tut..tut..tut. . siapa hendak turut ke Bandung .. Surabaya .. bolehlah naik dengan naik percuma.. ayo kawanku lekas naik.. keretaku tak berhenti lama” Nah, yg begini ini yg parah! mengajarkan anak-anak kalo sudah dewasa maunya gratis melulu. Pantesan PJKA rugi terus! terutama jalur Jakarta- Bandung dan Jakarta-Surabaya!
6. “Di pucuk pohon cempaka.. burung kutilang berbunyi.. bersiul2 sepanjang hari dg tak jemu2.. mengangguk2 sambil bernyanyi tri li li..li..li.. li..li..” Ini juga menyesatkan dan tidak mengajarkan kepada anak2 akan realita yg sebenarnya. Burung kutilang itu kalo nyanyi bunyinya cuit..cuit.. cuit..! kalo tri li li li li itu bunyi kalo yang nyanyi orang, bukan burung!
7. “Pok ame ame.. belalang kupu2.. siang makan nasi, kalo malam minum susu..”
Ini jelas lagu dewasa dan untuk konsumsi anak2! karena yg disebutkan di atas itu adalah kegiatan orang dewasa, bukan anak kecil. Kalo anak kecil, karena belom boleh maem nasi, jadi gak pagi gak malem ya minum susu!
8. “nina bobo oh nina bobo kalau tidak bobo digigit nyamuk”
Anak2 indonesia diajak tidur dgn lagu yg “mengancam”
9. “Bintang kecil dilangit yg biru…”
Bintang khan adanya malem, lah kalo malem bukannya langit item?
10. “Ibu kita Kartini…harum namanya.”
Namanya Kartini atau Harum?
11. “Pada hari minggu ku turut ayah ke kota. naik delman istimewa kududuk di muka.”
Nah,gak sopan khan..
12. “Cangkul-cangkul, cangkul yang dalam, menanam jagung dikebun kita…”
kalo mau nanam jagung, ngapain nyangkul dalam-dalam.
Semoga menjadi bahan pelajarn dan pertimbangan ,untuk kedepannya bagi para pencipta lagu anak-anak agar dapat lebih baik demi masa depan dan pendidikan terbaik untuk anak bangsa generasi penerus yang berkualitas lewat lagu …..
Tank’z.
10.26.2010
rumpun bahasa indonesia......
Rmpun bahasa Indonesia!!
Rumpun bahasa Austronesia adalah sebuah rumpun bahasa yang sangat luas penyebarannya di dunia. Dari Taiwan dan Hawaii di ujung utara sampai Selandia Baru (Aotearoa) di ujung selatan dan dari Madagaskar di ujung barat sampai Pulau Paskah (Rapanui) di ujung timur.
Etimologi adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari asal-usul suatu kata. Misalkan kata etimologi sebenarnya diambil dari bahasa Belanda etymologie yang berakar dari bahasa Yunani; étymos (arti sebenarnya adalah sebuah kata) dan lògos (ilmu). Pendeknya, kata etimologi itu sendiri datang dari bahasa Yunani ?t?µ?? (étymos, arti kata) dan ????? (lógos, ilmu).
Beberapa kata yang telah diambil dari bahasa lain, kemungkinan dalam bentuk yang telah diubah (kata asal disebut sebagai etimon). Melalui naskah tua dan perbandingan dengan bahasa lain, etimologis mencoba untuk merekonstruksi asal-usul dari suatu kata - ketika mereka memasuki suatu bahasa, dari sumber apa, dan bagaimana bentuk dan arti dari kata tersebut berubah.
Etimologi juga mencoba untuk merekonstruksi informasi mengenai bahasa-bahasa yang sudah lama untuk memungkinkan mendapatkan informasi langsung mengenai bahasa tersebut (seperti tulisan) untuk diketahui. Dengan membandingkan kata-kata dalam bahasa yang saling bertautan, seseorang dapat mempelajari mengenai bahasa kuno yang merupakan “generasi yang lebih lama”. Dengan cara ini, akar bahasa yang telah diketahui yang dapat ditelusuri jauh ke belakang kepada asal-usul keluarga bahasa Austronesia
Ketika Belanda menjajah Indonesia dari abad ke-17, Bahasa Belanda ikut dibawa bersama mereka. Kelas penguasa berbicara dalam bahasa Belanda, sementara para petani menggunakan bahasa Melayu, bahasa Jawa atau bahasa daerah lain masa itu. Hal ini menyebabkan banyak kata yang berpasangan dalam bahasa Indonesia dan Belanda. Contohnya, polisi mirip dengan Bahasa Belanda politie; handuk dengan handdoek, yang memiliki arti "lap (doek) tangan (hand)". Sepeda berasal dari Belanda vélicopède (yang dipinjam Belanda dari Bahasa Perancis). Sesudah Belanda keluar dari Indonesia, banyak perkataan pinjaman Belanda sudah dilatinisasikan: misalnya, kwalitet (Bld. “kwaliteit”) sering diganti menjadi kualitas (Latin “qualitas”).
Sebelumnya, Bahasa Sansekerta sudah memasukkan banyak perkataan dalam bahasa Indonesia, terutamanya dalam bahasa Jawa. Contohnya: kusuma berarti “bunga”, wijaya berarti “yang menang”, kota berarti “benteng”, pahala berarti “buah”, "hasil" atau “pala”, maha berarti “besar” dan ratusan yang lain.
Bahasa Indonesia terbukti mampu mengakomodasi kata-kata dari banyak bahasa: Arab, Belanda, Inggris, Latin, Perancis, Sansekerta, Spanyol, Tionghoa, Yunani dan lain lain.
Bahasa Melayu adalah bahasa kebangsaan Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Bahasa Indonesia yang berkedudukan sebagai bahasa kebangsaan dan bahasa resmi negara Republik Indonesia merupakan sebuah dialek bahasa Melayu, yang pokoknya dari bahasa Melayu Riau (bahasa Melayu di provinsi Riau, Sumatra, Indonesia). Ia sebagaimana diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara dalam Kongres Bahasa Indonesia I tahun 1939 di Solo, Jawa Tengah, "jang dinamakan 'Bahasa Indonesia' jaitoe bahasa Melajoe jang soenggoehpoen pokoknja berasal dari 'Melajoe Riaoe', akan tetapi jang soedah ditambah, dioebah ataoe dikoerangi menoeroet keperloean zaman dan alam baharoe, hingga bahasa itoe laloe moedah dipakai oleh rakjat di seloeroeh Indonesia; ...".
Bahasa Melayu Riau dijadikan sebagai bahasa Melayu Tinggi atau Melayu Baku yang merupakan bahasa dengan logat utama untuk bahasa Indonesia. Jadi, bahasa Indonesia disebut sebagai dialek baku dari bahasa Melayu.
Pada awal tahun 2004, Dewan Bahasa dan Pustaka (Malaysia) dan Majelis Bahasa Brunei Darussalam - Indonesia - Malaysia (MABBIM) mencadangkan Bahasa Melayu dijadikan sebagai bahasa resmi ASEAN dengan memandang lebih separo jumlah penduduk ASEAN mampu bertutur dalam bahasa Melayu. Walau bagaimanapun, perkara ini masih dalam perbincangan.
Bahasa Melayu (Jawi: ???? ?????) ialah sejenis bahasa Melayu-Polinesia di bawah keluarga bahasa Austronesia yang telah digunakan di wilayah Indonesia, Malaysia, dan persekitarannya sejak melebihi 1,000 tahun lagi. Walaupun asal usul bangsa Melayu (dalam pengertian yang khusus) yang paling asal belum diketahui secara pasti tetapi pertumbuhan bahasa Melayu dapatlah dikatakan berasal dari Sumatera Selatan di sekitar Jambi dan Palembang.[1] Rekod terawal bahasa Melayu Kuno ialah sebuah batu bersurat bertarikh 682 Masihi yang dijumpai di Sumatera Selatan.
Bahasa Melayu ialah bahasa kebangsaan Malaysia, Indonesia, dan Brunei, serta salah satu bahasa rasmi di Singapura. Di Indonesia, bahasa Melayu kini dipanggil bahasa Indonesia, dan di Malaysia, bahasa Melayu juga dipanggil bahasa Malaysia. Selain daripada keempat-empat negara tersebut, bahasa Melayu juga ditutur oleh penduduk-penduduk Melayu di Thailand Selatan, Filipina, Kemboja, Vietnam, Sri Lanka dan Afrika Selatan.
Menurut statistik penggunaan bahasa di dunia, penutur bahasa Melayu dianggarkan berjumlah lebih 300 juta (bersama penutur Bahasa Indonesia) dan merupakan bahasa keempat dalam turutan jumlah penutur terpenting bagi bahasa-bahasa di dunia selepas bahasa Mandarin, bahasa Inggeris dan bahasa Hindi/bahasa Urdu. Selain itu, dilaporkan sebanyak 70,000 orang mampu bertutur dalam bahasa Melayu di Sri Lanka, manakala di China, terdapat radio dalam bahasa Melayu. Bahasa Melayu juga diajar di universiti-universiti di United Kingdom, Amerika Syarikat, Australia, Belanda, China, Jerman, New Zealand dan beberapa tempat yang lain.
Bahasa Melayu Piawai ialah Bahasa Melayu Riau, Indonesia, seperti yang dipersetujui oleh Indonesia, Malaysia, dan Brunei. Bahasa Melayu Riau dianggap tempat kelahiran bahasa Melayu. Di Malaysia, bahasa Melayu mengalami perubahan nama beberapa kali. Pada awal 1970-an, Bahasa Melayu dinamakan Bahasa Malaysia atas sebab politik. Namun sejak akhir-akhir ini, nama "Bahasa Melayu" digunakan semula. Bermula tahun 2007, bahasa kebangsaan Malaysia dinamakan kembali kepada Bahasa Malaysia sebagai simbol bahawa bahasa ini adalah bahasa untuk semua dan tidak mengira kaum. Di Indonesia, bahasa Melayu juga dikenali sebagai Bahasa Indonesia atas sebab persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia iaitu Sumpah Pemuda tahun 1928. Di Singapura dan Brunei, Bahasa Melayu tidak mengalami sebarang perubahan nama.
Bahasa Melayu mempunyai banyak dialek dan setiap dialek mempunyai perbezaan ketara dari segi sebutan dan kosa kata. Misalnya, bahasa Melayu Jawa atau bahasa Jawa mempunyai banyak perkataan yang tidak diketahui oleh penutur bahasa Melayu yang lain. Selain itu, bahasa yang digunakan oleh masyarakat peranakan atau Cina Selat (campuran pendatang Cina dan penduduk asal) merupakan campuran antara Bahasa Melayu dan dialek Hokkien. Bahasa ini dahulunya banyak digunakan di negeri-negeri Selat seperti Pulau Pinang dan Melaka. Walaubagaimanapun, kini kaum peranakan lebih gemar berbahasa Hokkien atau Inggeris. Bahasa Melayu merupakan bahasa aglutinatif, bermaksud makna perkataan boleh diubah dengan menambah imbuhan tertentu. Umumnya, kata dasar (atau kata akar) terdiri daripada kata kerja.
Penggunaan Bahasa Melayu di negara-negara ini berbeza bergantung kepada sejarah dan budaya. Bahasa Melayu menjadi bahasa rasmi di Malaysia pada 1968, tetapi Bahasa Inggeris masih digunakan dengan luas terutama sekali di kalangan masyarakat Cina dan India, sama seperti di Brunei. Berbeza di Indonesia, Bahasa Indonesia berjaya menjadi bahasa perantaraan utama atau lingua franca untuk rakyatnya yang berbilang kaum kerana usaha gigih kerajaan Indonesia dalam menggalakkan penggunaan Bahasa Indonesia selain Bahasa Belanda yang tidak lagi digunakan. Di Timor Leste, sekarang terlepas dari Indonesia menjadi negara Timor Leste, Bahasa Indonesia diterima sebagai "bahasa berkerja". Di Singapura, Bahasa Melayu dikekalkan statusnya sebagai bahasa kebangsaan walaupun Singapura mempunyai empat bahasa rasmi (iaitu Bahasa Inggeris, Cina, India, dan Melayu.) Di selatan Thailand, bahasa Melayu digunakan oleh orang-orang daripada Kesultanan Melayu Patani (orang Melayu Pattani), tetapi tidak memperolehi sebarang pengiktirafan daripada kerajaan.
Bahasa Indonesia sebenarnya berasal dari bahasa Melayu yang sudah ditambah dan digabung dengan kata-kata dari bermacam-macam bahasa.
Menurut seorang ahli bahasa ada sekitar 5.000 kata-kata bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Belanda, tetapi tidak semua kata-kata lazim dan sering digunakan sebagai bahasa sehari-hari. Saya disini hanya mencatat sekitar 1.500 kata-kata lebih yang berasal dari bahasa Belanda. Kalau kita telusuri bagaimana terjadinya atau timbulnya kata-kata tsb ini benar-benar hal yang sangat menarik sekali. Rupanya karena orang Indonesia dahulu sukar mengucapkan perkataan huruf W maka dirubah menjadi huruf B, sebagai contoh ialah waskom menjadi baskom, wekker = beker, Winkel dirubah menjadi Binkel dan akhirnya menjadi bengkel. Begitu juga dengan huruf ui, dari achteruit, menjadi ahteret, ritssluiting = ritsleting, kortsluiting = korsleting, puin = puing dan dari kakhuis = kakus
Suku kata tje dirubah ci, laatjes = laci, kaartjes = karcis, petje = peci, potje = poci Untuk huruf f dan v diganti dengan p; franco = perangko, fiets = piet, vol = pol, divan = dipan, vanille = panili, versnelling = persneling, voorschot = persekot, enveloppe = emplop. Dan dalam bahasa bisnis dari onkosten = ongkos, & co = engko, company = kompeni, bazar = pasar, gage = gaji Saya masih ingat perkataan dari tetangga saya dahulu, dimana ia mengamcam saya bahwa kalau saya nakal terus akan di kelaken ke polisi, perkataan Indonesia tempo Doeloe. Kelak berarti akan diadukan atau dilaporkan berasal dari kata klacht. Dan anehnya terutama di daerah Jawa mereka tahu perkataan kakkerlak = kakerlak (kecoa). Piet = fiets adalah perkataan sepeda dalam bahasa Jawa. Ketika saya masih kecil saya sekolah di sekolah sending dari kata asal zendingsschool. Dan kami menyebut kuburan orang kristen adalah kerkof. Perkataan ini berasal dari kerkhof (halaman gereja), karena orang Belanda dahulu kebanyakan dikubur di kerkhof. Perkataan pelopor berasal dari kata voorloper. Taplak meja berasal dari kata taffellaken. Dan perkataan judes berasal dari judas = nama murid Tuhan yang jahat. Jadi orang judes itu kelakuannya sama dengan kelakuannya Judas. Kalau dahulu orang-orang berpendidikan dan orang-orang yang berpangkat merasa bangga bisa menggunakan kata-kata bahasa Belanda dalam percakapannya sehari-hari.
Sekarang kebalikannya banyak para direktur, menteri maupun politikus Belanda menyelipkan perkataan bahasa Indonesia di dalam percakapannya. Karena sekarang sudah banyak kata-kata Indonesia yang di ambil alih menjadi perkataan Belanda. Perkataan pikir menjadi pieker; "Pieker niet te veel!" = "Jangan banyak dipikir". Mantan Topmanager dari Fokker Mr. Frans Zwarttouw pernah mengucapkan di dalam pindatonya: "de toko draaiende gehouden moet worden. " = "toko (perusahaan) harus dipertahankan agar berjalan terus." "Bij dit compromis ben ik senang," = " dengan kompromi seperti itu saya merasa senang" kata seorang politikus Belanda. Bahkan kalau kita belanja di Den Haag, tiap orang tahu perkataan: kacang, lumpia, bami, nasi, sayuran, sambal, sate, tauge, kerupuk dll-nya. Bahkan rupanya karena orang Belanda merasa senang di pijat oleh orang Indonesia, sehingga perkataan pijat pun di ambil oleh mereka, menjadi pidjetten.
Etimologi adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari asal-usul suatu kata. Misalkan kata etimologi sebenarnya diambil dari bahasa Belanda etymologie yang berakar dari bahasa Yunani; étymos (arti sebenarnya adalah sebuah kata) dan lògos (ilmu). Pendeknya, kata etimologi itu sendiri datang dari bahasa Yunani ?t?µ?? (étymos, arti kata) dan ????? (lógos, ilmu).
Beberapa kata yang telah diambil dari bahasa lain, kemungkinan dalam bentuk yang telah diubah (kata asal disebut sebagai etimon). Melalui naskah tua dan perbandingan dengan bahasa lain, etimologis mencoba untuk merekonstruksi asal-usul dari suatu kata - ketika mereka memasuki suatu bahasa, dari sumber apa, dan bagaimana bentuk dan arti dari kata tersebut berubah.
Etimologi juga mencoba untuk merekonstruksi informasi mengenai bahasa-bahasa yang sudah lama untuk memungkinkan mendapatkan informasi langsung mengenai bahasa tersebut (seperti tulisan) untuk diketahui. Dengan membandingkan kata-kata dalam bahasa yang saling bertautan, seseorang dapat mempelajari mengenai bahasa kuno yang merupakan “generasi yang lebih lama”. Dengan cara ini, akar bahasa yang telah diketahui yang dapat ditelusuri jauh ke belakang kepada asal-usul keluarga bahasa Austronesia
Ketika Belanda menjajah Indonesia dari abad ke-17, Bahasa Belanda ikut dibawa bersama mereka. Kelas penguasa berbicara dalam bahasa Belanda, sementara para petani menggunakan bahasa Melayu, bahasa Jawa atau bahasa daerah lain masa itu. Hal ini menyebabkan banyak kata yang berpasangan dalam bahasa Indonesia dan Belanda. Contohnya, polisi mirip dengan Bahasa Belanda politie; handuk dengan handdoek, yang memiliki arti "lap (doek) tangan (hand)". Sepeda berasal dari Belanda vélicopède (yang dipinjam Belanda dari Bahasa Perancis). Sesudah Belanda keluar dari Indonesia, banyak perkataan pinjaman Belanda sudah dilatinisasikan: misalnya, kwalitet (Bld. “kwaliteit”) sering diganti menjadi kualitas (Latin “qualitas”).
Sebelumnya, Bahasa Sansekerta sudah memasukkan banyak perkataan dalam bahasa Indonesia, terutamanya dalam bahasa Jawa. Contohnya: kusuma berarti “bunga”, wijaya berarti “yang menang”, kota berarti “benteng”, pahala berarti “buah”, "hasil" atau “pala”, maha berarti “besar” dan ratusan yang lain.
Bahasa Indonesia terbukti mampu mengakomodasi kata-kata dari banyak bahasa: Arab, Belanda, Inggris, Latin, Perancis, Sansekerta, Spanyol, Tionghoa, Yunani dan lain lain.
Bahasa Melayu adalah bahasa kebangsaan Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Bahasa Indonesia yang berkedudukan sebagai bahasa kebangsaan dan bahasa resmi negara Republik Indonesia merupakan sebuah dialek bahasa Melayu, yang pokoknya dari bahasa Melayu Riau (bahasa Melayu di provinsi Riau, Sumatra, Indonesia). Ia sebagaimana diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara dalam Kongres Bahasa Indonesia I tahun 1939 di Solo, Jawa Tengah, "jang dinamakan 'Bahasa Indonesia' jaitoe bahasa Melajoe jang soenggoehpoen pokoknja berasal dari 'Melajoe Riaoe', akan tetapi jang soedah ditambah, dioebah ataoe dikoerangi menoeroet keperloean zaman dan alam baharoe, hingga bahasa itoe laloe moedah dipakai oleh rakjat di seloeroeh Indonesia; ...".
Bahasa Melayu Riau dijadikan sebagai bahasa Melayu Tinggi atau Melayu Baku yang merupakan bahasa dengan logat utama untuk bahasa Indonesia. Jadi, bahasa Indonesia disebut sebagai dialek baku dari bahasa Melayu.
Pada awal tahun 2004, Dewan Bahasa dan Pustaka (Malaysia) dan Majelis Bahasa Brunei Darussalam - Indonesia - Malaysia (MABBIM) mencadangkan Bahasa Melayu dijadikan sebagai bahasa resmi ASEAN dengan memandang lebih separo jumlah penduduk ASEAN mampu bertutur dalam bahasa Melayu. Walau bagaimanapun, perkara ini masih dalam perbincangan.
Bahasa Melayu (Jawi: ???? ?????) ialah sejenis bahasa Melayu-Polinesia di bawah keluarga bahasa Austronesia yang telah digunakan di wilayah Indonesia, Malaysia, dan persekitarannya sejak melebihi 1,000 tahun lagi. Walaupun asal usul bangsa Melayu (dalam pengertian yang khusus) yang paling asal belum diketahui secara pasti tetapi pertumbuhan bahasa Melayu dapatlah dikatakan berasal dari Sumatera Selatan di sekitar Jambi dan Palembang.[1] Rekod terawal bahasa Melayu Kuno ialah sebuah batu bersurat bertarikh 682 Masihi yang dijumpai di Sumatera Selatan.
Bahasa Melayu ialah bahasa kebangsaan Malaysia, Indonesia, dan Brunei, serta salah satu bahasa rasmi di Singapura. Di Indonesia, bahasa Melayu kini dipanggil bahasa Indonesia, dan di Malaysia, bahasa Melayu juga dipanggil bahasa Malaysia. Selain daripada keempat-empat negara tersebut, bahasa Melayu juga ditutur oleh penduduk-penduduk Melayu di Thailand Selatan, Filipina, Kemboja, Vietnam, Sri Lanka dan Afrika Selatan.
Menurut statistik penggunaan bahasa di dunia, penutur bahasa Melayu dianggarkan berjumlah lebih 300 juta (bersama penutur Bahasa Indonesia) dan merupakan bahasa keempat dalam turutan jumlah penutur terpenting bagi bahasa-bahasa di dunia selepas bahasa Mandarin, bahasa Inggeris dan bahasa Hindi/bahasa Urdu. Selain itu, dilaporkan sebanyak 70,000 orang mampu bertutur dalam bahasa Melayu di Sri Lanka, manakala di China, terdapat radio dalam bahasa Melayu. Bahasa Melayu juga diajar di universiti-universiti di United Kingdom, Amerika Syarikat, Australia, Belanda, China, Jerman, New Zealand dan beberapa tempat yang lain.
Bahasa Melayu Piawai ialah Bahasa Melayu Riau, Indonesia, seperti yang dipersetujui oleh Indonesia, Malaysia, dan Brunei. Bahasa Melayu Riau dianggap tempat kelahiran bahasa Melayu. Di Malaysia, bahasa Melayu mengalami perubahan nama beberapa kali. Pada awal 1970-an, Bahasa Melayu dinamakan Bahasa Malaysia atas sebab politik. Namun sejak akhir-akhir ini, nama "Bahasa Melayu" digunakan semula. Bermula tahun 2007, bahasa kebangsaan Malaysia dinamakan kembali kepada Bahasa Malaysia sebagai simbol bahawa bahasa ini adalah bahasa untuk semua dan tidak mengira kaum. Di Indonesia, bahasa Melayu juga dikenali sebagai Bahasa Indonesia atas sebab persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia iaitu Sumpah Pemuda tahun 1928. Di Singapura dan Brunei, Bahasa Melayu tidak mengalami sebarang perubahan nama.
Bahasa Melayu mempunyai banyak dialek dan setiap dialek mempunyai perbezaan ketara dari segi sebutan dan kosa kata. Misalnya, bahasa Melayu Jawa atau bahasa Jawa mempunyai banyak perkataan yang tidak diketahui oleh penutur bahasa Melayu yang lain. Selain itu, bahasa yang digunakan oleh masyarakat peranakan atau Cina Selat (campuran pendatang Cina dan penduduk asal) merupakan campuran antara Bahasa Melayu dan dialek Hokkien. Bahasa ini dahulunya banyak digunakan di negeri-negeri Selat seperti Pulau Pinang dan Melaka. Walaubagaimanapun, kini kaum peranakan lebih gemar berbahasa Hokkien atau Inggeris. Bahasa Melayu merupakan bahasa aglutinatif, bermaksud makna perkataan boleh diubah dengan menambah imbuhan tertentu. Umumnya, kata dasar (atau kata akar) terdiri daripada kata kerja.
Penggunaan Bahasa Melayu di negara-negara ini berbeza bergantung kepada sejarah dan budaya. Bahasa Melayu menjadi bahasa rasmi di Malaysia pada 1968, tetapi Bahasa Inggeris masih digunakan dengan luas terutama sekali di kalangan masyarakat Cina dan India, sama seperti di Brunei. Berbeza di Indonesia, Bahasa Indonesia berjaya menjadi bahasa perantaraan utama atau lingua franca untuk rakyatnya yang berbilang kaum kerana usaha gigih kerajaan Indonesia dalam menggalakkan penggunaan Bahasa Indonesia selain Bahasa Belanda yang tidak lagi digunakan. Di Timor Leste, sekarang terlepas dari Indonesia menjadi negara Timor Leste, Bahasa Indonesia diterima sebagai "bahasa berkerja". Di Singapura, Bahasa Melayu dikekalkan statusnya sebagai bahasa kebangsaan walaupun Singapura mempunyai empat bahasa rasmi (iaitu Bahasa Inggeris, Cina, India, dan Melayu.) Di selatan Thailand, bahasa Melayu digunakan oleh orang-orang daripada Kesultanan Melayu Patani (orang Melayu Pattani), tetapi tidak memperolehi sebarang pengiktirafan daripada kerajaan.
Bahasa Indonesia sebenarnya berasal dari bahasa Melayu yang sudah ditambah dan digabung dengan kata-kata dari bermacam-macam bahasa.
Menurut seorang ahli bahasa ada sekitar 5.000 kata-kata bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Belanda, tetapi tidak semua kata-kata lazim dan sering digunakan sebagai bahasa sehari-hari. Saya disini hanya mencatat sekitar 1.500 kata-kata lebih yang berasal dari bahasa Belanda. Kalau kita telusuri bagaimana terjadinya atau timbulnya kata-kata tsb ini benar-benar hal yang sangat menarik sekali. Rupanya karena orang Indonesia dahulu sukar mengucapkan perkataan huruf W maka dirubah menjadi huruf B, sebagai contoh ialah waskom menjadi baskom, wekker = beker, Winkel dirubah menjadi Binkel dan akhirnya menjadi bengkel. Begitu juga dengan huruf ui, dari achteruit, menjadi ahteret, ritssluiting = ritsleting, kortsluiting = korsleting, puin = puing dan dari kakhuis = kakus
Suku kata tje dirubah ci, laatjes = laci, kaartjes = karcis, petje = peci, potje = poci Untuk huruf f dan v diganti dengan p; franco = perangko, fiets = piet, vol = pol, divan = dipan, vanille = panili, versnelling = persneling, voorschot = persekot, enveloppe = emplop. Dan dalam bahasa bisnis dari onkosten = ongkos, & co = engko, company = kompeni, bazar = pasar, gage = gaji Saya masih ingat perkataan dari tetangga saya dahulu, dimana ia mengamcam saya bahwa kalau saya nakal terus akan di kelaken ke polisi, perkataan Indonesia tempo Doeloe. Kelak berarti akan diadukan atau dilaporkan berasal dari kata klacht. Dan anehnya terutama di daerah Jawa mereka tahu perkataan kakkerlak = kakerlak (kecoa). Piet = fiets adalah perkataan sepeda dalam bahasa Jawa. Ketika saya masih kecil saya sekolah di sekolah sending dari kata asal zendingsschool. Dan kami menyebut kuburan orang kristen adalah kerkof. Perkataan ini berasal dari kerkhof (halaman gereja), karena orang Belanda dahulu kebanyakan dikubur di kerkhof. Perkataan pelopor berasal dari kata voorloper. Taplak meja berasal dari kata taffellaken. Dan perkataan judes berasal dari judas = nama murid Tuhan yang jahat. Jadi orang judes itu kelakuannya sama dengan kelakuannya Judas. Kalau dahulu orang-orang berpendidikan dan orang-orang yang berpangkat merasa bangga bisa menggunakan kata-kata bahasa Belanda dalam percakapannya sehari-hari.
Sekarang kebalikannya banyak para direktur, menteri maupun politikus Belanda menyelipkan perkataan bahasa Indonesia di dalam percakapannya. Karena sekarang sudah banyak kata-kata Indonesia yang di ambil alih menjadi perkataan Belanda. Perkataan pikir menjadi pieker; "Pieker niet te veel!" = "Jangan banyak dipikir". Mantan Topmanager dari Fokker Mr. Frans Zwarttouw pernah mengucapkan di dalam pindatonya: "de toko draaiende gehouden moet worden. " = "toko (perusahaan) harus dipertahankan agar berjalan terus." "Bij dit compromis ben ik senang," = " dengan kompromi seperti itu saya merasa senang" kata seorang politikus Belanda. Bahkan kalau kita belanja di Den Haag, tiap orang tahu perkataan: kacang, lumpia, bami, nasi, sayuran, sambal, sate, tauge, kerupuk dll-nya. Bahkan rupanya karena orang Belanda merasa senang di pijat oleh orang Indonesia, sehingga perkataan pijat pun di ambil oleh mereka, menjadi pidjetten.
bahasa indonesia
Asal-usul bahasa indonasia!
BAHASA adalah yang paling baik dalam menunjukkan identitas kultural suatu bangsa.Dengan kata lain bahasa menunjukkan bangsa. Itu sebabnya penting bagi bangsa Melanesia melestarikan sekitar 250 bahasa etnisnya dari arus besar dominasi ‘bahasa Indonesia’. Sejauh mana dominasi itu? Apa dampaknya? Bagaimana proses historisnya? Menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, penting sebagai upaya melestarikan identitas bangsa Melanesia, yang selama ini ‘lebur’ dalam “NKRI” dan dalam banyak hal justru mengalami Jawanisasi. Ini kontradiktif dengan gagasan Indonesia yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
Dewasa ini, bangsa Melanesia menggunakan bahasa Indonesia, sebagaimana bahasa ini adalah “bahasa pemersatu”, yang mendapat tempat utama dalam media komunikasi formal, baik sebagai bahasa teks maupun lisan, disekolah, perkantoran dan tentu saja pada media cetak dan elektronik.
Memang ada sisi baiknya, bahwa ‘bahasa Indonesia’ memainkan peran penting sebagai “jembatan” komunikasi menerobos diversitas linguistik yang berbeda satu sama lain (termasuk di Papua), dan memungkinkan para penuturnya menjangkau dunia pendidikan modern. Namun mesti disadari pula akan sisi buruknya, terutama bahwa ‘bahasa Indonesia’ menjadi dominan sehingga bahasa-bahasa lain keumgkinan akan tersisihkan. Entah bahasa Batak, Jawa, Bali dan termasuk 250 bahasa etnis Melanesia di tanah Papua. Padahal Bahasa Indonesia baru digunakan secara serius sejak 1950 di Papua oleh para pendakwah dan pejabat kolonial dalam rangka ‘menyatukan’ wilayah Papua dengan wilayah Hindia Belanda lainnya. Hal ini seiring dengan kebijakan diskriminasi kolonial Belanda yang hanya memperbolehkan bahasa Belanda diajarkan pada garis keturunan tertentu saja.
Apabila menenggok lebih jauh ke masa sebelumnya, maka bangsa Melanesia sebenarnya belum cukup dikenal para nasionalis Indonesia, selain sebagai koloni Belanda yang dalam banyak hal tidak terlibat langsung dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Diluar itu, wilayah ini cukup terisolir dari koloni Belanda di sebelah barat, kecuali wilayah pesisir utara yang menjalin hubungan dagang tradisional dengan Maluku. Selebihnya hanya bayang-bayang penjara besar - Boven Digul, di tengah sebagian besar masyarakat yang masih hidup di zaman batu (Benedict Andersson: 2002)
Ini berarti bangsa Melanesia, tidak terlibat dalam beberapa proses sejarah penting, terkait dengan penggunaan bahasa Indonesia. Pertama, saat bahasa Indonesia dipermaklumkan sebagai bahasa persatuan pada Sumpah Pemuda 1928, tidak ada yang mewakili bangsa Papua dalam peristiwa tersebut, kedua, saat bahasa Indonesia dianjurkan semasa pendudukan Jepang untuk menggusur bahasa Belanda, hal itu tidak terjadi di Papua, apalagi karena pertimbangan militer dan kondisi sosial politik waktu itu, Jepang membagi Hindia Belanda menjadi tiga wilayah koloni terpisah, dan Papua berada dibawah Angkatan Laut yang berpusat di Makasar, ketiga, saat bahasa Indonesia dipergunakan sebagai wahana perlawanan menyerang kolonialisme yang dipuncaki proklamasi kemerdekaan RI 1945, justru bangsa Papua belum ‘mengenal’ NKRI.
Dari tiga fakta ini, bisa dibilang bahasa Indonesia adalah produk historis yang dalam prosesnya tidak sepenuhnya melibatkan bangsa Melanesia. Barulah pada tahun 1963 ketika Orde Lama mencanangkan operasi Trikora, dan disusul pelaksanaan Pepera semasa Orde Baru tahun 1969 bahasa Indonesia mulai dijadikan ‘bahasa resmi’ di Papua.
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia yang sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar RI 1945, Pasal 36. Ia juga merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia sebagaimana disiratkan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Meski demikian, ia hanya sebagian kecil dari penduduk Indonesia yang benar-benar menggunakannya sebagai bahasa ibu karena dalam percakapan sehari-hari yang tidak resmi masyarakat Indonesia lebih suka menggunakan bahasa daerahnya masing-masing sebagai bahasa ibu seperti bahasa Melayu pasar, bahasa Jawa, bahasa Sunda, dll. Untuk sebagian besar lainnya bahasa Indonesia adalah bahasa kedua dan untuk taraf resmi bahasa Indonesia adalah bahasa pertama. Bahasa Indonesia ialah sebuah dialek bahasa Melayu yang menjadi bahasa resmi Republik Indonesia Kata "Indonesia" berasal dari dua kata bahasa Yunani, yaitu Indos yang berarti "India" dan nesos yang berarti "pulau". Jadi kata Indonesia berarti kepulauan India, atau kepulauan yang berada di wilayah India
Bahasa Indonesia diresmikan pada kemerdekaan Indonesia, pada tahun 1945. Bahasa Indonesia merupakan bahasa dinamis yang hingga sekarang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan, maupun penyerapan dari bahasa daerah dan asing. Bahasa Indonesia adalah dialek baku dari bahasa Melayu yang pokoknya dari bahasa Melayu Riau sebagaimana diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara dalam Kongres Bahasa Indonesia I tahun 1939 di Solo, Jawa Tengah, "jang dinamakan 'Bahasa Indonesia' jaitoe bahasa Melajoe jang soenggoehpoen pokoknja berasal dari 'Melajoe Riaoe', akan tetapi jang soedah ditambah, dioebah ataoe dikoerangi menoeroet keperloean zaman dan alam baharoe, hingga bahasa itoe laloe moedah dipakai oleh rakjat di seloeroeh Indonesia; pembaharoean bahasa Melajoe hingga menjadi bahasa Indonesia itoe haroes dilakoekan oleh kaoem ahli jang beralam baharoe, ialah alam kebangsaan Indonesia". atau sebagaimana diungkapkan dalam Kongres Bahasa Indonesia II 1954 di Medan, Sumatra Utara, "...bahwa asal bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju. Dasar bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju jang disesuaikan dengan pertumbuhannja dalam masjarakat Indonesia".
Secara sejarah, bahasa Indonesia merupakan salah satu dialek temporal dari bahasa Melayu yang struktur maupun khazanahnya sebagian besar masih sama atau mirip dengan dialek-dialek temporal terdahulu seperti bahasa Melayu Klasik dan bahasa Melayu Kuno. Secara sosiologis, bolehlah kita katakan bahwa bahasa Indonesia baru dianggap "lahir" atau diterima keberadaannya pada tanggal 28 Oktober 1928. Secara yuridis, baru tanggal 18 Agustus 1945 bahasa Indonesia secara resmi diakui keberadaannya.
Fonologi dan tata bahasa dari bahasa Indonesia cukuplah mudah. Dasar-dasar yang penting untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam kurun waktu beberapa minggu. Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang digunakan sebagai penghantar pendidikan di perguruan-perguruan di Indonesia.
Bahasa Melayu di Indonesia kemudian digunakan sebagai lingua franca (bahasa pergaulan), namun pada waktu itu belum banyak yang menggunakannya sebagai bahasa ibu. Biasanya masih digunakan bahasa daerah (yang jumlahnya bisa sampai sebanyak 360).
Awal penciptaan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Di sana, pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, dicanangkanlah penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk negara Indonesia pascakemerdekaan. Soekarno tidak memilih bahasanya sendiri, Jawa (yang sebenarnya juga bahasa mayoritas pada saat itu), namun beliau memilih Bahasa Indonesia yang beliau dasarkan dari Bahasa Melayu yang dituturkan di Riau.
Bahasa Melayu Riau dipilih sebagai bahasa persatuan Negara Republik Indonesia atas beberapa pertimbangan sebagai berikut:
Jika bahasa Jawa digunakan, suku-suku bangsa atau puak lain di Republik Indonesia akan merasa dijajah oleh suku Jawa yang merupakan puak (golongan) mayoritas di Republik Indonesia.
Bahasa Jawa jauh lebih sukar dipelajari dibandingkan dengan bahasa Melayu Riau. Ada tingkatan bahasa halus, biasa, dan kasar yang dipergunakan untuk orang yang berbeda dari segi usia, derajat, ataupun pangkat. Bila pengguna kurang memahami budaya Jawa, ia dapat menimbulkan kesan negatif yang lebih besar.
Bahasa Melayu Riau yang dipilih, dan bukan Bahasa Melayu Pontianak, atau Banjarmasin, atau Samarinda, atau Maluku, atau Jakarta (Betawi), ataupun Kutai, dengan pertimbangan pertama suku Melayu berasal dari Riau, Sultan Malaka yang terakhirpun lari ke Riau selepas Malaka direbut oleh Portugis. Kedua, ia sebagai lingua franca, Bahasa Melayu Riau yang paling sedikit terkena pengaruh misalnya dari bahasa Tionghoa Hokkien, Tio Ciu, Ke, ataupun dari bahasa lainnya.
Pengguna bahasa Melayu bukan hanya terbatas di Republik Indonesia. Pada tahun 1945, pengguna bahasa Melayu selain Republik Indonesia masih dijajah Inggris. Malaysia, Brunei, dan Singapura masih dijajah Inggris. Pada saat itu, dengan menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan, diharapkan di negara-negara kawasan seperti Malaysia, Brunei, dan Singapura bisa ditumbuhkan semangat patriotik dan nasionalisme negara-negara jiran di Asia Tenggara.
Dengan memilih Bahasa Melayu Riau, para pejuang kemerdekaan bersatu lagi seperti pada masa Islam berkembang di Indonesia, namun kali ini dengan tujuan persatuan dan kebangsaan.Bahasa Indonesia yang sudah dipilih ini kemudian distandardisasi (dibakukan) lagi dengan nahu (tata bahasa), dan kamus baku juga diciptakan. Hal ini sudah dilakukan pada zaman Penjajahan Jepang.
Dewasa ini, bangsa Melanesia menggunakan bahasa Indonesia, sebagaimana bahasa ini adalah “bahasa pemersatu”, yang mendapat tempat utama dalam media komunikasi formal, baik sebagai bahasa teks maupun lisan, disekolah, perkantoran dan tentu saja pada media cetak dan elektronik.
Memang ada sisi baiknya, bahwa ‘bahasa Indonesia’ memainkan peran penting sebagai “jembatan” komunikasi menerobos diversitas linguistik yang berbeda satu sama lain (termasuk di Papua), dan memungkinkan para penuturnya menjangkau dunia pendidikan modern. Namun mesti disadari pula akan sisi buruknya, terutama bahwa ‘bahasa Indonesia’ menjadi dominan sehingga bahasa-bahasa lain keumgkinan akan tersisihkan. Entah bahasa Batak, Jawa, Bali dan termasuk 250 bahasa etnis Melanesia di tanah Papua. Padahal Bahasa Indonesia baru digunakan secara serius sejak 1950 di Papua oleh para pendakwah dan pejabat kolonial dalam rangka ‘menyatukan’ wilayah Papua dengan wilayah Hindia Belanda lainnya. Hal ini seiring dengan kebijakan diskriminasi kolonial Belanda yang hanya memperbolehkan bahasa Belanda diajarkan pada garis keturunan tertentu saja.
Apabila menenggok lebih jauh ke masa sebelumnya, maka bangsa Melanesia sebenarnya belum cukup dikenal para nasionalis Indonesia, selain sebagai koloni Belanda yang dalam banyak hal tidak terlibat langsung dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Diluar itu, wilayah ini cukup terisolir dari koloni Belanda di sebelah barat, kecuali wilayah pesisir utara yang menjalin hubungan dagang tradisional dengan Maluku. Selebihnya hanya bayang-bayang penjara besar - Boven Digul, di tengah sebagian besar masyarakat yang masih hidup di zaman batu (Benedict Andersson: 2002)
Ini berarti bangsa Melanesia, tidak terlibat dalam beberapa proses sejarah penting, terkait dengan penggunaan bahasa Indonesia. Pertama, saat bahasa Indonesia dipermaklumkan sebagai bahasa persatuan pada Sumpah Pemuda 1928, tidak ada yang mewakili bangsa Papua dalam peristiwa tersebut, kedua, saat bahasa Indonesia dianjurkan semasa pendudukan Jepang untuk menggusur bahasa Belanda, hal itu tidak terjadi di Papua, apalagi karena pertimbangan militer dan kondisi sosial politik waktu itu, Jepang membagi Hindia Belanda menjadi tiga wilayah koloni terpisah, dan Papua berada dibawah Angkatan Laut yang berpusat di Makasar, ketiga, saat bahasa Indonesia dipergunakan sebagai wahana perlawanan menyerang kolonialisme yang dipuncaki proklamasi kemerdekaan RI 1945, justru bangsa Papua belum ‘mengenal’ NKRI.
Dari tiga fakta ini, bisa dibilang bahasa Indonesia adalah produk historis yang dalam prosesnya tidak sepenuhnya melibatkan bangsa Melanesia. Barulah pada tahun 1963 ketika Orde Lama mencanangkan operasi Trikora, dan disusul pelaksanaan Pepera semasa Orde Baru tahun 1969 bahasa Indonesia mulai dijadikan ‘bahasa resmi’ di Papua.
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia yang sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar RI 1945, Pasal 36. Ia juga merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia sebagaimana disiratkan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Meski demikian, ia hanya sebagian kecil dari penduduk Indonesia yang benar-benar menggunakannya sebagai bahasa ibu karena dalam percakapan sehari-hari yang tidak resmi masyarakat Indonesia lebih suka menggunakan bahasa daerahnya masing-masing sebagai bahasa ibu seperti bahasa Melayu pasar, bahasa Jawa, bahasa Sunda, dll. Untuk sebagian besar lainnya bahasa Indonesia adalah bahasa kedua dan untuk taraf resmi bahasa Indonesia adalah bahasa pertama. Bahasa Indonesia ialah sebuah dialek bahasa Melayu yang menjadi bahasa resmi Republik Indonesia Kata "Indonesia" berasal dari dua kata bahasa Yunani, yaitu Indos yang berarti "India" dan nesos yang berarti "pulau". Jadi kata Indonesia berarti kepulauan India, atau kepulauan yang berada di wilayah India
Bahasa Indonesia diresmikan pada kemerdekaan Indonesia, pada tahun 1945. Bahasa Indonesia merupakan bahasa dinamis yang hingga sekarang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan, maupun penyerapan dari bahasa daerah dan asing. Bahasa Indonesia adalah dialek baku dari bahasa Melayu yang pokoknya dari bahasa Melayu Riau sebagaimana diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara dalam Kongres Bahasa Indonesia I tahun 1939 di Solo, Jawa Tengah, "jang dinamakan 'Bahasa Indonesia' jaitoe bahasa Melajoe jang soenggoehpoen pokoknja berasal dari 'Melajoe Riaoe', akan tetapi jang soedah ditambah, dioebah ataoe dikoerangi menoeroet keperloean zaman dan alam baharoe, hingga bahasa itoe laloe moedah dipakai oleh rakjat di seloeroeh Indonesia; pembaharoean bahasa Melajoe hingga menjadi bahasa Indonesia itoe haroes dilakoekan oleh kaoem ahli jang beralam baharoe, ialah alam kebangsaan Indonesia". atau sebagaimana diungkapkan dalam Kongres Bahasa Indonesia II 1954 di Medan, Sumatra Utara, "...bahwa asal bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju. Dasar bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju jang disesuaikan dengan pertumbuhannja dalam masjarakat Indonesia".
Secara sejarah, bahasa Indonesia merupakan salah satu dialek temporal dari bahasa Melayu yang struktur maupun khazanahnya sebagian besar masih sama atau mirip dengan dialek-dialek temporal terdahulu seperti bahasa Melayu Klasik dan bahasa Melayu Kuno. Secara sosiologis, bolehlah kita katakan bahwa bahasa Indonesia baru dianggap "lahir" atau diterima keberadaannya pada tanggal 28 Oktober 1928. Secara yuridis, baru tanggal 18 Agustus 1945 bahasa Indonesia secara resmi diakui keberadaannya.
Fonologi dan tata bahasa dari bahasa Indonesia cukuplah mudah. Dasar-dasar yang penting untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam kurun waktu beberapa minggu. Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang digunakan sebagai penghantar pendidikan di perguruan-perguruan di Indonesia.
Bahasa Melayu di Indonesia kemudian digunakan sebagai lingua franca (bahasa pergaulan), namun pada waktu itu belum banyak yang menggunakannya sebagai bahasa ibu. Biasanya masih digunakan bahasa daerah (yang jumlahnya bisa sampai sebanyak 360).
Awal penciptaan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Di sana, pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, dicanangkanlah penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk negara Indonesia pascakemerdekaan. Soekarno tidak memilih bahasanya sendiri, Jawa (yang sebenarnya juga bahasa mayoritas pada saat itu), namun beliau memilih Bahasa Indonesia yang beliau dasarkan dari Bahasa Melayu yang dituturkan di Riau.
Bahasa Melayu Riau dipilih sebagai bahasa persatuan Negara Republik Indonesia atas beberapa pertimbangan sebagai berikut:
Jika bahasa Jawa digunakan, suku-suku bangsa atau puak lain di Republik Indonesia akan merasa dijajah oleh suku Jawa yang merupakan puak (golongan) mayoritas di Republik Indonesia.
Bahasa Jawa jauh lebih sukar dipelajari dibandingkan dengan bahasa Melayu Riau. Ada tingkatan bahasa halus, biasa, dan kasar yang dipergunakan untuk orang yang berbeda dari segi usia, derajat, ataupun pangkat. Bila pengguna kurang memahami budaya Jawa, ia dapat menimbulkan kesan negatif yang lebih besar.
Bahasa Melayu Riau yang dipilih, dan bukan Bahasa Melayu Pontianak, atau Banjarmasin, atau Samarinda, atau Maluku, atau Jakarta (Betawi), ataupun Kutai, dengan pertimbangan pertama suku Melayu berasal dari Riau, Sultan Malaka yang terakhirpun lari ke Riau selepas Malaka direbut oleh Portugis. Kedua, ia sebagai lingua franca, Bahasa Melayu Riau yang paling sedikit terkena pengaruh misalnya dari bahasa Tionghoa Hokkien, Tio Ciu, Ke, ataupun dari bahasa lainnya.
Pengguna bahasa Melayu bukan hanya terbatas di Republik Indonesia. Pada tahun 1945, pengguna bahasa Melayu selain Republik Indonesia masih dijajah Inggris. Malaysia, Brunei, dan Singapura masih dijajah Inggris. Pada saat itu, dengan menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan, diharapkan di negara-negara kawasan seperti Malaysia, Brunei, dan Singapura bisa ditumbuhkan semangat patriotik dan nasionalisme negara-negara jiran di Asia Tenggara.
Dengan memilih Bahasa Melayu Riau, para pejuang kemerdekaan bersatu lagi seperti pada masa Islam berkembang di Indonesia, namun kali ini dengan tujuan persatuan dan kebangsaan.Bahasa Indonesia yang sudah dipilih ini kemudian distandardisasi (dibakukan) lagi dengan nahu (tata bahasa), dan kamus baku juga diciptakan. Hal ini sudah dilakukan pada zaman Penjajahan Jepang.
nusantara2
ADA revolusi yang lebih hebat dari kemajuan teknologi informasi. Revolusi yang bisa mengalahkan segala teori tentang peradaban manusia di masa lalu. Sekaligus revolusi besar di bidang kesehatan dan kedokteran yang memungkinkan sebuah penyakit bisa ditanggulangi sebelum sempat mewabah. Itulah revolusi genom.
Awal tahun 2001, mantan presiden Amerika Serikat Bill Clinton dan Perdana Menteri Inggris Tony Blair mengumumkan selesainya konsep pertama dari peta urutan nukleotida genom manusia. Pengumuman ini menandai selesainya tahap pertama dari Human Genome Project atau Proyek Genome Manusia yang bertujuan menguraikan urutan nukleotida genom manusia yang merupakan cetak biru penentu sifat kita sebagai manusia.
Dengan keberhasilan tahap pertama ini maka pintu selanjutnya telah terbuka bagi kita untuk melangkah ke tahap berikut. Pengetahuan baru tentang proses kehidupan di tingkat paling fundamental membuka cakrawala baru dalam bioteknologi serta dampaknya terhadap bioindustri dan bioekonomi.
”Di masa depan kelak jika seseorang menderita sakit maka tak perlu lagi diadakan pemeriksaan secara keseluruhan, cukup dilihat dari data gen-nya saja dan akan bisa ditentukan cara pengobatan apa yang paling cocok baginya,” demikian Prof.dr.Sangkot Marzuki,PhD dalam orasi ilmiah memperingati Ulang Tahun Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ke-34 di Jakarta Rabu (22/8).
”Memang sangat disayang-kan bahwa pada saat dunia pengetahuan sedang heboh dengan revolusi genom, justru bertepatan dengan saat terjadinya krisis politik dan ekonomi di Indonesia. Inilah sebuah kendala yang menyebabkan Indonesia sedikit tertinggal di bidang genom dibanding dengan negara Asia lain seperti Jepang dan Cina. Tapi itu bukan berarti bahwa Indonesia sama sekali tidak mengikuti perkembangan revolusi ini,” ujar peraih gelar PhD di Monash University, Australia, ini.
”Memang sangat disayang-kan bahwa pada saat dunia pengetahuan sedang heboh dengan revolusi genom, justru bertepatan dengan saat terjadinya krisis politik dan ekonomi di Indonesia. Inilah sebuah kendala yang menyebabkan Indonesia sedikit tertinggal di bidang genom dibanding dengan negara Asia lain seperti Jepang dan Cina. Tapi itu bukan berarti bahwa Indonesia sama sekali tidak mengikuti perkembangan revolusi ini,” ujar peraih gelar PhD di Monash University, Australia, ini.
Kenyataan itu dibuktikan Sangkot dengan uraiannya mengenai penelitian keanekaragaman genom manusia Indonesia yang berhasil memberi gambaran tentang kekerabatan berbagai populasi etnik di kepulauan Nusantara. Dalam menyelusuri sejarah manusia Indonesia dan masa depan, pria kelahiran Medan ini telah bekerja sama dengan kelompok peneliti di Lembaga Eijkman.
Bermula di Afrika
Adalah Alan Wilson yang mempelopori pemanfaatan variasi DNA mitokondria dalam penelitian sejarah asal-usul manusia di Amerika Serikat pada tahun 1980-an. Dengan membandingkan DNA mitokondria dari sekitar 150 individu yang berasal dari benua Afrika, Asia, Eropa dan Australia, kelompok peneliti ini berkesimpulan bahwa hanya ada satu pohon filogenetik DNA mitokondria, yaitu Afrika. Hasil ini menunjukan bahwa manusia modern (Homo sapien sapiens) berasal dari Afrika sekitar 150.000-200.000 tahun lampau. Migrasi manusia modern yang keluar dari Afrika diperkirakan terjadi sekitar 100.000 tahun lalu.
Sangkot juga mengemukakan implikasi penting dari hasil penelitian di atas adalah teori yang mengatakan bahwa manusia modern berkembang di beberapa penjuru dunia secara terpisah (multi origin) menjadi lemah. Manusia purba yang fosilnya ditemukan di berbagai situs di Jawa (Homo erectus) dan di Cina (Peking Man) tidak memberi kontribusi terhadap perkembangan manusia modern di Asia Timur.
Homo sapiens pertama kali menjejakkan kaki di kepulauan Nusantara sekitar 60.000 tahun lampau. Manusia purba Homo erectus yang hidup di Jawa sejuta tahun lalu merupakan missing link dalam evolusi.
Tak ada kaitan antara mereka dengan manusia Jawa Modern yang hidup saat ini. Saat Homo sapiens mendarat di kepulauan Nusantara, pulau Sumatra, Jawa dan Kalimantan masih tergabung dengan daratan Asia sebagai sub-benua Sundaland. Sedangkan pulau Papua saat itu masih menjadi satu dengan benua Australia sebagai Sahulland.
Jika kita lihat penduduk kepulauan Nusantara saat ini, paling tidak ada 50 populasi etnik yang mendiaminya, dengan karakteristik budaya dan bahasa tersendiri. Sebagian besar dari populasi ini, dengan ciri fisik Mongoloid, mempunyai bahasa yang tergolong dalam satu keluarga atau filum bahasa, yaitu bahasa-bahasa Autronesia yang menunjukan mereka berasal dari satu nenek moyang. Sedangkan di Indonesia bagian timur dan Irian terdapat satu populasi dengan bahasa-bahasa yang tergolong dalam berbagai bahasa Papua.
Lalu darimanakah asal populasi Autronesia ini? Berdasar bukti arkeologi menunjukan bahwa budaya neolitik dimulai sekitar 5000 tahun lalu di kepulauan Nusantara. Bersamaan dengan budaya baru ini bukti antropologi menunjukan munculnya juga manusia dengan ciri fisik Mongoloid. Populasi Mongoloid ini menyebar ke segala penjuru kawasan Nusantara sekitar 5000 sampai 3000 tahun lalu dengan membawa bahasa Austronesia dan teknologi pertanian.
Populasi Indonesia
Bersama dengan Ilmuwan dari Lembaga Eijkman dan Bioteknologi Universitas Gajah Mada, Sangkot yang menyelesaikan Fakultas Kedokteran di Universitas Indonesia tahun 1968 ini telah memeriksa lebih dari 800 DNA mitokondria dari 26 populasi etnik. Hasilnya sangat menarik.
Pohon filogenetik yang dibangun berdasar keanekaragaman DmtDNA dari berbagai populasi Indonesia tersebut menunjukkan dengan jelas adanya struktur pengelompokan populasi. Pertama, populasi berbahasa papua dari Alor dan Papua Barat membentuk satu kelompok. Sedangkan populasi berbahasa Austronesia membentuk kelompok lain. Pada kelompok Austronesia ini terlihat adanya pengelompokan tambahan, Indonesia barat seperti populasi Batak, Jawa, Minang dan Melayu membentuk satu kelompok. Sedangkan populasi Indonesia timur seperti Sasak, Makasar, Bugis, Waingapu dan Sumbawa membentuk kelompok lain lagi. Uniknya ternyata populasi Nias membentuk cabang sendiri pada pohon filogenetik ini.
Sampai saat ini Prof.Sangkot masih terus melanjutkan mencari bukti yang lebih kuat mengenai asal-usul nenek moyang populasi Austronesia. Hipotesa alternatif yang menjadi fokus penelitian adalah bahwa nenek moyang Austronesia berasal dari daratan Sundaland yang tenggelam pada akhir zaman es. Ini masih menjadi sebuah missing link yang menjadi misteri. Kendala besar dalam pembuktian hipoteses Sundaland sebagai tanah asal Austronesia adalah kenyataan bahwa sebagian besar bukti arkeologi telah hilang bersama dengan daratan Sundaland itu.
Bersama Pusat Arkeologi nasional, ilmuwan Lembaga Eijkman yang dimotori oleh Sangkot telah berhasil meneliti kerangka berumur 2000-30000 tahun. Penelitian DNA purba dari situs Plawangan di Jawa Tengah dan Gilimanuk Bali menunjukan bahwa manusia Indonesia yang hidup di kedua situs tersebut telah berkerabat secara genetik sejak 2000-3000 tahun lalu. Pada kenyataannnya hingga sekarang populasi manusia Bali dan Jawa masih memiliki kekerabatan genetik yang erat hingga sekarang.
Penanggulangan Penyakit
Sangkot yang menyelesaikan program pasca sarjananya di Bumiphol, Thailand tahun 1971 juga telah bekerjasama dengan kelompok peneliti thalassemia di Lembaga Eijkman untuk mempelajari penanggulangan penyakit bawaan ini dengan memanfaatkan DNA mitokondria. Penyakit bawaan darah merah ini mempunyai frekwensi pembawa sifat yang tinggi, yaitu lima hingga 15 persen dari populasi di Indonesia. Mutasi yang mendasari penyakit ini ternyata sangat beragam, dan tiap populasi menunjukkan spektrum yang khas. Pemahaman kita tentang pengelompokan populasi Indonesia berdasarkan analisa DNA mitokondria telah membantu ilmuwan kita untuk menganalisa spektrum mutasi thalassemia di atas.
Temuan lain yang diungkap Sangkot adalah lebih dari 30 persen manusia Indonesia membawa mutasi gen yang menyandi cyp2c19, suatu sistem enzim yang penting untuk metabolisme berbagai obat termasuk antimalaria proguanil. Individu yang membawa mutasi di kedua gen cyp2c19 akan menjadi sangat lambat dalam mencerna obat-obat jenis itu dengan potensi terjadinya overdosis. Hal ini menjadi sebuah kemajuan di bidang kedokteran, dimana kelak dokter akan tahu sejak awal jenis obat apa saja yang cocok bagi pasiennya tanpa perlu diujicobakan lebih dulu.
Prof, Dr,Sangkot Marzuki kini masih aktif di Lembaga Biologi Molekul Eijkman, Jakarta dan terpilih sebagai doktor tinggi di laboratorium Monash Universtity, Australia. Pria berusia 44 tahun ini berkemauan keras untuk terus melanjutkan penelitian tentang DNA mitokondria pada populasi manusia Indonesia. Menurutnya, hanya dengan meningkatkan kemampuan penelitian genom di Indonesia maka kita dapat bekerja sama dengan peneliti dunia. (mer)
10.25.2010
Nusantara.
Di masa penjajahan India-Belanda ini muncul nama Indonesia. Pertama kali digunakan oleh dua orang Inggris, yaitu George Samuel Windsor Earl, seorang pengacara kelahiran London, yang bersama James Richardson Logan, seorang pengacara kelahiran Scotlandia, menulis artikel sebanyak 96 halaman di Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia No. 4, tahun 1850 dengan judul "The Ethnology of the Indian Archipelago: Embracing Enquiries into the Continental Relations of the Indo-Pacific Islanders." Mereka menamakan penduduk India-Belanda bagian barat yang berasal Proto-Malaya (Melayu tua) dan Deutero-Malaya (Melayu muda), sebagai Indunesians (Indu, bahasa Latin, artinya: India; Nesia, asal katanya adalah nesos, bahasa Yunani, artinya: kepulauan). Sedangkan penduduk di wilayah India-Belanda bagian timur masuk ke dalam kategori Melanesians (Mela = hitam. Melanesia = kepulauan orang-orang hitam). Oleh karena itu, Earl sendiri kemudian cenderung menggunakan istilah Melayu-nesians, untuk menamakan penduduk India-Belanda bagian barat. Kemudian Logan merubah Indunesia menjadi Indonesia (Indos dan Nesos, keduanya berasal dari bahasa Yunani) dalam tulisan-tulisannya di Journal tersebut.
Adalah Adolf Bastian, seorang dokter dan sekaligus etnolog Jerman, yang mempopulerkan nama Indonesia ketika menerbitkan laporan perjalanan dan penelitiannya di Berlin, yang diterbitkan dalam karya 5 jilid (1864 – 1894) dengan judul “Indonesien, oder die Inseln des malaysischen Archipels” (bahasa Jerman, artinya: “Indonesia, atau Pulau-Pulau dari Kepulauan Malaya”). Jilid I berjudul Maluku, jilid II Timor dan Pulau-Pulau Sekitarnya, jilid III Sumatera dan Daerah Sekitarnya, jilid IV Kalimantan dan Sulawesi, jilid V Jawa dan Penutup.
Sejak dahulu hingga sekarang, para ilmuwan Eropa lebih senang menggunakan istilah/kata bahasa Latin atau Yunani untuk penamaan hal-hal yang sehubungan dengan ilmiah, demikian juga untuk menamakan ras penduduk di wilayah Malaya dan India Belanda bagian barat.
Eduard Douwes Dekker, dalam bukunya “Max Havelaar” menyebut India-Belanda dengan nama Insulinde, variasi bahasa Belanda untuk Kepulauan India. Ketika Indische Partij (Partai India) yang didirikan oleh keponakannya dilarang oleh Pemerintah India Belanda tahun 1913, para anggotanya mendirikan Partai Insulinde.
Baik Indunesian, Indonesien atau Insulinde semua artinya adalah Kepulauan India, untuk menunjukkan identitas pribumi yang hidup di bagian barat wilayah India- Belanda, sedangkan yang hidup di wilayah timur –Flores, Timor, Maluku dan Papua-sebenarnya adalah orang-orang Melanesia (Kepulauan orang-orang hitam).
Yang termasuk pertama menggunakan kata Indonesia pada awal tahun 20-an adalah Perhimpunan Indonesia di Belanda, Sam Ratu Langie dan Partai Komunis Indonesia.
Jadi kata Indonesia yang sampai sekarang digunakan oleh Republik Indonesia artinya tak lain adalah: Kepulauan India.
Selain Indonesia, yang menggunakan nama yang “diciptakan” oleh orang-orang Inggris dan kemudian dipopulerkan oleh orang Jerman, juga Phillipina (Filipina), yang masih tetap menggunakan nama peninggalan penjajahan. Ketika orang-orang Spanyol menguasai wilayah tersebut, sebagai persembahan kepada raja Spanyol, Phillip, jajahan itu diberi nama Philippina.
Banyak negara setelah merdeka mengganti nama yang “diciptakan” atau diberikan oleh penjajahnya, seperti Ceylon menjadi Sri Lanka, Burma menjadi Myanmar, Indo-Cina menjadi Vietnam, Rhodesia menjadi Zimbabwe, Gold Coast menjadi Ghana, South-West Afrika menjadi Namibia, dll.
Jadi seandainya bangsa ini sepakat untuk meninggalkan nama yang diciptakan oleh orang Eropa, maka Indonesia bukanlah negara pertama yang mengganti nama peninggalan masa penjajahan.
Dapat menjadi bahan pertimbangan, untuk kembali menggunakan nama yang telah lebih dari 1000 tahun digunakan oleh nenek moyang kita, yaitu NUSANTARA.
Sejak dahulu hingga sekarang, para ilmuwan Eropa lebih senang menggunakan istilah/kata bahasa Latin atau Yunani untuk penamaan hal-hal yang sehubungan dengan ilmiah, demikian juga untuk menamakan ras penduduk di wilayah Malaya dan India Belanda bagian barat.
Eduard Douwes Dekker, dalam bukunya “Max Havelaar” menyebut India-Belanda dengan nama Insulinde, variasi bahasa Belanda untuk Kepulauan India. Ketika Indische Partij (Partai India) yang didirikan oleh keponakannya dilarang oleh Pemerintah India Belanda tahun 1913, para anggotanya mendirikan Partai Insulinde.
Baik Indunesian, Indonesien atau Insulinde semua artinya adalah Kepulauan India, untuk menunjukkan identitas pribumi yang hidup di bagian barat wilayah India- Belanda, sedangkan yang hidup di wilayah timur –Flores, Timor, Maluku dan Papua-sebenarnya adalah orang-orang Melanesia (Kepulauan orang-orang hitam).
Yang termasuk pertama menggunakan kata Indonesia pada awal tahun 20-an adalah Perhimpunan Indonesia di Belanda, Sam Ratu Langie dan Partai Komunis Indonesia.
Jadi kata Indonesia yang sampai sekarang digunakan oleh Republik Indonesia artinya tak lain adalah: Kepulauan India.
Selain Indonesia, yang menggunakan nama yang “diciptakan” oleh orang-orang Inggris dan kemudian dipopulerkan oleh orang Jerman, juga Phillipina (Filipina), yang masih tetap menggunakan nama peninggalan penjajahan. Ketika orang-orang Spanyol menguasai wilayah tersebut, sebagai persembahan kepada raja Spanyol, Phillip, jajahan itu diberi nama Philippina.
Banyak negara setelah merdeka mengganti nama yang “diciptakan” atau diberikan oleh penjajahnya, seperti Ceylon menjadi Sri Lanka, Burma menjadi Myanmar, Indo-Cina menjadi Vietnam, Rhodesia menjadi Zimbabwe, Gold Coast menjadi Ghana, South-West Afrika menjadi Namibia, dll.
Jadi seandainya bangsa ini sepakat untuk meninggalkan nama yang diciptakan oleh orang Eropa, maka Indonesia bukanlah negara pertama yang mengganti nama peninggalan masa penjajahan.
Dapat menjadi bahan pertimbangan, untuk kembali menggunakan nama yang telah lebih dari 1000 tahun digunakan oleh nenek moyang kita, yaitu NUSANTARA.
Langganan:
Postingan (Atom)